Moh. Khatibul Umam
“Musik Dangdut Dan Ironi Pendidikan Seni Di Yogyakarta”
Jurnal Sosiologi Reflektif – Vol 9, No 1 (2014)
Abstrak
Beberapa tahun terakhir kasus pengakuan seni budaya Indonesia oleh negara lain seperti Reog Ponorogo dan beberapa lagu daerah dianggap sudah kelewat batas. Masyarakat geram dibuatnya. Terlebih masyarakat daerah, sebagai sang pemilik identitas. Realitas tersebut mendapat reaksi dan kecaman yang luar biasa yang datang hampir dari semua kalangan masyarakat. Namun ada hikmah dibalik itu semua. Masyarakat kini mulai terbuka dan ternyata mereka masih meyakini bahwa seni budaya yang mereka miliki adalah aset yang tak ternilai harganya. Dalam bidang musik, dangdut merupakan aset budaya bangsa sebagai identitas yang harus dijaga. Sayangnya, tidak nampak perhatian pemerintah, khususnya mereka para pemangku kebijakan dalam bidang pendidikan. Dangdut tidak masuk kurikulum, sedangkan ia sudah dipelajari di 70 negara di dunia. Perlahan ia tidak disukai bahkan dicaci dan dibiarkan untuk tidak dipelajari. Mereka telah membuat kita lupa, bahwa dangdut adalah bagian dari identitas diri.
Kata Kunci : Musik Dangdut, Kebudayaan Nasional, Pendidikan dan Kurikulum
Link
http://ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/view/1129