Panakajaya Hidayatullah
Musik dan Identitas: Kajian Tentang Musik Dangdut Madura di Situbondo
2016 | Tesis | Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian etnografi yang membahas persoalan musik dan identitas dalam konteks komunitas Madura di Situbondo melalui media radio. Ada indikasi bahwa musik dangdut Madura lahir dan berkembang dari seni pertunjukan drama Al Badar, dan kemudian mencapai popularitasnya menjadi dangdut Madura melalui industri rekaman musik. Musik dangdut Madura juga dipengaruhi oleh aspek dialek, perbedaan dialek diantara penutur dalam komunitas Madura di Situbondo memunculkan persepsi tersendiri. Perbedaan persepsi tersebut mewujud dalam ekspresi dan artikulasinya melalui musik dangdut Madura. Komunitas Madura di Situbondo memiliki stereotype yang digunakan untuk mengeksklusikan komunitas Madura yang berbeda dialek. Penutur dialek Bara’ mempersepsikan dirinya sebagai penutur yang tegghas (tegas) dan mempersepsikan penutur dialek Temor sebagai penutur yang eperet (ditarik-tarik), leca’/lemmes (lembut dan lemas). Penutur dialek Temor mempersepsikan dirinya sebagai penutur yang alos (halus), lembu’ (lembut), dan mempersepsikan penutur dialek Bara’ sebagai penutur yang kako (kaku), kasar (kasar), dan ceppet (cepat dan terburu-buru). Stereotype tersebut berelasi ikonis dengan musik dangdut Madura, dibuktikan dari analisis secara linguistis dan musikologis. Pada tataran ikonisitas terdapat perbedaan yang tajam dalam bentuk dialek serta gaya musikal dalam musik dangdut Madura. Para pelaku serta fans dangdut Madura di radio dapat mengidentifikasi identitas ke-Maduraannya serta memahami perbedaannya (dialek dan gaya musik) melalui relasi tanda ikonisitas dalam musik dangdut Madura tersebut. Pada tataran indeksikalitas, perbedaan tersebut menjadi lebur dan mencair, dibuktikan dari pernyataan beberapa pelaku serta fans dangdut Madura terkait selera musiknya yang sangat relatif dan bersifat personal.
Abstract
This research is ethnography research which discusses music and identity in the context of Madura community in Situbondo by means of radio. There are indications which show that Madurese dangdut music was born and developing from drama performing art Al Badar and then achieving its popularity to be Madurese dangdut by means of music record industry. Madurese dangdut music is also influenced by dialect aspect. The difference of dialects among speakers in Madurese community in Situbondo shows particular perception. That difference of perceptions embody in its expression and articulation by means of Madurese dangdut music. Madurese community in Situbondo has stereotype used to exclude other Madurese community who has different dialect. Dialect speakers of Bara’ perceive themselves as firm (tegghas) speaker and perceive east (Temor) speakers as dragged (eperet), soft and limp (leca’/lemmes) speakers. East dialect speakers perceive themselves as soft (alos), smooth (lembu’) and perceive Bara’ dialect speaker as hard (kako), rough (kasar), fast (ceppet) and rash speaker. Those stereotypes have iconic relation to Madurese dangdut music, proven from musicology and linguistic analysis In the level of iconicity, there is a clear distinction in the form of dialect and musical style in Madurese dangdut music. The players and fans of Madurese dangdut in radio can be identified its Maduricity and understood its differences (dialect and musical style) through relation of iconicity sign in that Madurese dangdut music. In indexical level, those differences have been fused and melt, proven from statement of Madurese dangdut players and fans related to music preference which is very relative and personal.
Kata kunci: Musik, Dangdut Madura, Identitas, Komunitas Madura.