Aris Setyawan
Relasi-Kuasa Dalam Dangdut (Studi Kasus Dangdut Sebagai Media Kampanye Politik)
2014 | Skripsi | Etnomusikologi, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Abstrak
Dangdut adalah salah satu musik yang paling populer dan paling digemari masyarakat Indonesia. Namun sejak tahun 70-an hingga sekarang dangdut tetap mendapatkan stigma sebagai musiknya rakyat atau musik kalangan menengah kebawah. Stigma yang melekat ini yang menjadikan dangdut kemudian dimanfaatkan oleh politisi maupun partai politik untuk menjadi media kampanye politik. Dangdut digunakan sebagai alat mobilisasi massa, untuk mengumpulkan sebanyak mungkin orang ke sebuah titik kemudian para politisi akan menyampaikan orasi politiknya. Penelitian ini bertujuan mencari deskripsi bagaimana relasi-kuasa yang terjadi dalam penggunaan musik dangdut sebagai media kampanye politik. Locus atau lokasi penelitian berada di Yogyakarta dengan focus sebuah grup dangdut bernama Gilas OBB yang disewa oleh salah satu parpol untuk bermain di kampanye terbuka mereka. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa ternyata relasi-kuasa yang terjadi dalam kasus ini persis seperti yang diungkapkan Michel Foucault bahwa kuasa berjalan dalam dua arah, setiap ada kuasa pasti ada perlawanan. Bahwa musik dangdut sebagai sebuah musik dengan bentuk yang sederhana dan mudah dipahami penikmatnya ternyata hanya sebatas sebuah alat mobilisasi massa dalam kampanye politik, tidak serta merta memengaruhi ideologi masyarakat. Ini terbukti saat kuasa (partai politik) mengadakan kampanye, masyarakat yang hadir dalam kampanye (para penikmat dangdut) tidak serta merta mengikuti ideologi partai dan menganggap musik dangdut yang dihadirkan sebatas sebagai hiburan. Begitu juga dengan Gilas OBB yang tidak serta merta mengikuti ideologi partai yang menyewanya, mereka melawan dengan menyatakan diri sebagai netral dan apatis.